Sabtu, 14 Februari 2009

waduk jati luhur

Waduk Jatiluhur
Sebuah Karya Luhur

    Bendungan Jatiluhur, merupakan sebuah karya besar bangsa Indonesia. Dibangun saat negeri ini baru merdeka dan belum bisa dikatakan mampu dalam segi finansial. Namun keberadaannya sangat diharapkan, termasuk menyediakan perbekalan air untuk kapal-kapal dagang asing yang bersandar di Tanjung Priok saat itu. Bangunan monomental itu kini terus diandalkan sebagai tandon utama untuk kebutuhan air kota Jakarta dan sekitarnya. Berikut sejarah keberadaannya termasuk tokoh-tokoh yang berperan dalam pembangunannya;BENDUNGAN Jatilubur yang dibangun pada sungai Citarum di daerah Kab. Purwakarta, Jawa Barat merupakan bangunan pengairan paling membanggakan bagi bangsa Indonesia. Bahkan bukan hanya membanggakan, melainkan juga luhur. Bendungan Jatiluhur dibangun tabun 1957 saat pemerintah RI belum bisa dikatakan mampu dalam segi financial. Bendungan ini mulai dioperasikan tahun 1967. Pemanfaatan utama mula-mula untuk pembangkit tenaga listrik, namun kemudian konsep pembangunannya diintegrasikan untuk pemanfaatan segala keperluan sektor-sektor yang menyangkut air. Membanggakan, karena pada awal pembangunannya kondisi keuangan negara saat itu yang baru memasuki era kemerdekaan sudah berhasil memulai proyek besar dengan SDM di bidang teknik yang juga masih sangat minim. Jadi, Jatiluhur merupakan proyek pengairan terbesar yang pernah dikerjakan bangsa ini dan ditangani langsung oleh teknisi-teknisi bangsa sendiri. Luhur, karena di sana terdapat bangunan-bangunan yang disimbolkan sebagai angka keramat bangsa Indonesia, yaitu 17-8-45. Ini merupakan kreasi seorang tokoh paling ber-peran dalam proyek ter-sebut, Prof. Dr. Ir. Sediyatmo. Pompa hidrolik yang terkenal dengan paten atas namanya, untuk Saluran Tarum Barat berjumlah 17 buah. Pilar pemegang pintu pengatur untuk meneruskan aliran ke daerah Walahar beserta menaranya, berjumlah 8 buah. Sedangkan angka 45 ditunjukkan pada pembangunan pompa-pompa listrik untuk Saluran Tarum Timur, agar lebih efisien dan efektif, dibuat miring 45 derajat.Harus Jatiluhur. Sebenarnya, ide untuk pengembangan sungai Citarum, salah satu sungai terbesar di Jawa Barat itu ada sejak tahun 1948. Ketika itu, Prof. Ir. W.J. van Blommestein, Kepala Perencanaan Jawatan Pengairan Belanda sudah membuat rencana pembangunan tiga waduk besar di sepanjang aliran sungai Citarum; Saguling, Citara dan Jatilubur. Meski kedatangan Belanda kembali ke Indonesia waktu itu, Jawatan Pengairan pemerintahan RI sendiri sudah ada. Namun belum bisa berbuat banyak, karena Dep. PU waktu itu hanya memiliki 15 orang insinyur. Meski plan itu sudah ada, namun Belanda tidak sempat mengembangkannya, keburu Jepang datang menggantikan posisinya sebagai penjajah. Gagasan untuk membangun sebuah bendungan di aliran sungai Citarum dirintis kembali pada era tahun 1950-an. Ir. Agus Prawiranatasebagai Kepala Jawatan Irigasi waktu itu mulai memikirkan pengembangan jaringan irigasi untuk mengantisipasi kecukupan beras dalam negeri. Ketika itu, Indonesia sudah menjadi negara - pengimport beras terbesar dunia. Namun untuk membangun bendungan dengan skala besar, ketika itu masih menjadi - bahan tertawaan -. "Wong duitnya saja belum ada, kok mau membangun bendungan besar, negara i'~i 1ca'~ baru saja merdelca," kata Prof. DR. Ir. P.K. Haryasuclirja, orang yang dulunya banyak terlibat pembangunan bendungan Jatiluhur ini kepada Warta PERDESAAN belum lama ini. Dana PLN. Lalu ide ini dirembug bareng bersama Ir. Sedyatmo, yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Direksi Konstruksi Badan PembangLit Listrik Negara, Direktorat Jenderal Kete-nagaan, Departemen PUT. Kebetulan waktu itu PLN punya anggaran dan memang sedang berupaya mencari mengganti sumber daya listrik yang

    masih menggunakan minyak, karena memang mahal.Lalu, Ir. Sediyatma, menugaskan Ir. PC. Harjosudirdjo (sekarang; Prof. DR. Ir. P.K. Haryasudirja) ketika itu sebagai Asisten Kepala Direksi Konstruksi 13PLN, untuk merancang bendungan Jatiluhur ini. Mengapa

    harus Jatiluhur ? Padahal di aliran sungai Citarum kan ada plan untuk tiga buah bendungan (Saguling, Cirata dan Jatiluhur). Dipilihnya Jatilubur, menurut Prof. DR. Ir. P.K. Haryasudirja, yang ditemui baru- baru ini, alasannya Jatiluhur lebih dulu dibangun punya banyak I

    kelebihan. Baik dari segi keamanan, keperluan listrik, dan keperluan air lainnya. Aman, menurut Haryasudirja, karena sewakfu dilakukan pengL~-kuran di daerah Kiara Condong, Band~mg untuk rencana membangun bendungan di daerah paling hulu, yaitu Saguling banyak tenaga penguLuran yang tewas diserang gerombolan. Kemudian pengukural~ dilakukan pada daerah yang lebih hilir, yaitu untuk bendungan Cirata, hal sama juga dialami oleh para pelaksana lapangan. Kemudian, dipiliblah Jatilubur Selain lebih aman, bendungan ini juga dapat dimanfaatLan untuk memberi suplai air pada bendung Walahar yang sudah dibangun oleh Belanda untuk mengairi sawah seluas 80 ribu hektar, kbususnya untuk musim kemarau. Suplai Air ke Pelabuhan Hal penting yang juga menjadi pertimbangan saat itu, menurut Prof. DR. Ir. P.K. Haryasudilja, ketika itu sebagai Asisten Urusan Jatiluhur yang menanganai urusan perenca-naan maupun pelaksanaan pemba-

    ngunannya, adalah pertimbangan suplai air ke Jakarta. Ketika itu pelabuhan Tanjung Priok tak pernah disinggahi kapal-kapal asing, karena tidak cukup air untuk perbekalan kapal-kapal dagang itu. Sehingga kegiatan ekspor-import dari Tanjung Priok tersendat. Haryasudirja yang membuat spesifikasi bendungan Jatilubur, mengaku meniru gaya bendungan terbesar di dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir. Menggunakan konsultan dari Perancis yang sudah berpengalaman dalam membangun bendungan besar. Selain untuk pembangkit listrik dibangunnya Jatiluhur untuk mengairi irigasi persawahan daerah Jawa Barat seluas 240 ribu hektar. Namun kendala yang dihadapi ketika itu, harus meninggikan kembali air kucuran dari bendungan Jatiluhur bila digunakan untuk keperluan lain selain pembangkit listrik. Pasalnya Ir. P.C. Haryasudilja yang juga sebagai penentu desain dari waduk Jatiluhur, mencari tenaga yang sebesar-besarnya untuk membangkitkan turbin listrik. Listrik yang didapat memang cukup banyak, lalu bagaimana dengan air untuk pemanfaatan irigasi sawah ? Maka dibuat lagi bendung di daerah Curug. Untuk mengairi ke daerah timur terpaksa air dinaikkan dengan menggunakan pompa listrik. Namun untuk yang ke Barat, Prof.Ir. Sedyatmo telah merancang pompa yang juga menggunakan tenaga air, yang kemudian dikenal dengan nama "Pompa Sedyatmo" untuk menaikkan air ini ke saluran Tarum Barat, sepanjang 90 Km termasuk untuk air baku kota Jakarta dan sekitarnya. Integrasi. Luas daerah aliran Waduk Jatiluhur mencakup 4.500 km2. Dalam segi jaringan irigasi, tentu sangat spektakuler, membentang dari daerah Bandung sampai pantai utara

    pulau Jawa. Proyek Jatilibur juga men dem onstrasikan pen ginte gr asian beberapa sungai untuk suatu jaringan irigasi yang terpadu. Sungai-sungai penting itu diantaranya, Sungai Ciliwung, Sungai Bekasi, Sungai Cikarang, Sungai Cibeet, Sungai Citarum sebagai sumber air utama, Sungai Cilamaya, Sungai Ciasem, Sungai Cipunegara. Ada dua cara pengintegrasian. Pertama; yang diterapkan pada sungai-sungai Ciliwung, Bekasi, Cikarang dan Cipunegara, adalah dengan memasukkan aliran air dari Jatiluhur ke dalam sungai-sungai tersebut melalui Saluran Induk Tarum. Kemudian aliran sungai-sungai yang sudah ditambah debitnya itu disadap oleh saluran induk di bagian hilir melalui ben-dung-bendung yang dibangun pada sungai-sungai bersangLutan. Ada juga pada tempat-tempat tertentu aliran sungai-sungai tersebut langsung disadap untuk di-manfaathan. Cara 1cedua, seperti pada su-ngai-sungai Cibeet, Cilamaya dan Ci-asem, adalah dengan membuat

    bendung di hulu persilangan sungai-sungai itu dengan saluran induk dari Jatiluhur. Kemudian air dialirkan melalui saluran induk masing-masing untuk dimanfaatLall. Jaringan irigasi Jatilubur yang kemudian terbentuk meliputi delapan daerah irigasi. Yaitu Daera Irigasi (DI) Bekasi, DI Cikarang, Dl Cibeet, DI Tarum Tengall, Dl Cilamaya, DI Ciasem, DI Cipunegara, serta daerah irigasi yang langsung mendapat oncoran dari Saluran Induk Tarum Barat dan dari Saluran Induk Tarum Timur. Perlu dicatat untuk Daeral1 Irigasi Elekasi. Ini semula merupakan irigasi para tuan tanah. Sebuah bendung gerak yang dibangull di kota Elekasi dibangun untuk me-nyadap aliran Sungai Bekasi dan selanjutnya digunakan ulltuk m~-nyatukan jaringan irigasi tuan tanal1 tersebut menjadi satu jaringan irigasi teknis. Satu hal lagi yang s`~gat yerlting adalah, baLwa air baku untuk keperluan air minum bagi warga k~ ~ ~ Jakarta pun berasal dari jilri!l',.U' Waduk iatittlhUr, vaitt] ~i~latui

    sadapan di bendung gerak di kota Bekasi itu. Dari Komando Kembali ke Proyek. Masa pembangunan Proyek Jatiluhur juga unik, sebab sempat mengalami sembilan kali pergantian kabinet dari Kabinet Karya tabun 1957 sampai Kabinet Ampera tahun 1967. Pada masa Kabinet Dwikora 100 Menteri, pembangunan jaringan pengairan Jatiluhur sempat ditangani oleh dua bnah Komando, yaitu Komando Proyek Pengairan Induk Jatiluhur (KOPPINJAT), dan Ko-mando Proyek Pengairan Pelengkap Jatilubur (KOPPELJAT). KOPPINJAT menangani pem-bangunan Saluran Induk Timur sepanjang 67 km dan Saluran Induk Barat 70 km, serta bangunan-bangunan yang berada pada kedua saluran induk baik berupa syphon, bendung, dan lainnya. Sedangkan KOPPELJAT menangani pemba-ngunan di luar yang dikerjakan KOPPINJAT. Adanya dua komando tersebut barangkali merupakan pengalaman yang kurang efektif. Apalagi keduanya berada di bawah depar-temen yang berbeda. KOPPINJAT di bawah Departemen Pengairan Dasar,

    sedangkan KOPPELJAT berada di bawah Departemen Pengairan Rakyat. Namun akhirnya, karena perkembangan politik den terjadi kesulitan pada Departemen Pe-ngairan Rakyat, make KOPPELJAT pun dilimpaLkan yaitu Proyek Iri-gasi Jatiluhur PROpTeUr~jAaTIII,nan ~DD I. I t"t ail A Juror 1lgus sebaga1 pe-melihara seluruh

    fasilitas bangunannya. Sebagai waduk serbaguna, penerima manfaat terbesar air Waduk Jatilubur adalah para petani yang memanfaatkannya untuk irigasi. Meski pada mulanya BPLN yang membiayai pembangunan ben-dungan serba guna ini, namun pemanfaatan airnya pihak PLN kini juga dikenakan iuran terhadap penggunaan air tersebut. Juga pihak pemanfaat lainnya seperti pihak perusahaan air minum PAM Jaya. Wajar bila kepada mereka dikenakan "iuran" yang propor-sional guna melaksanakan usaha Operasi dan Pemeliharaan bagi Waduk Jatiluhur. Seirama dengan perkem-bangan jaman, baLkan saat ini Perum Otorita Jatiluhur semakin dimatangkan kinerjanya. Dan dibentuk menjadi Jasa Tirta II, agar upayanya dalam mengelola air untuk berbagai keperluan semakin profesional.




Jatiluhur Dam

Purwakarta is a part of West Java, a small district with its beautiful scenery of Jatiluhur Dam. It is located 9 kilometers from Purwakarta, is known as Juanda Dam, which could accommodate 3 billion cubic of water from Citarum River. Situated halfway between Jakarta and Bandung, this dam was originally built with French technical assistance in the 1950's to generate electrical power for the region. It is the first multipurpose dam in Indonesia. It now provides irrigation to the surrounding Arabic land and a fishery industry has been developed as well. It is now being developed for tourism and provides convenient facilities such as swimming pools, tennis courts, a camping ground, and speedboats for water skiing and cottages. The reservoir is huge, the scenery tropical, the air crisp and cool.

In the dam, there are six turbine units with installed capacity of 187 megawatts and could generate electricity of 1,000 million kilowatt ours per year. Besides, the dam functions to feed water to irrigation channel of 242,000 hectares of farming land provide raw water for drinking water, as fishery and as flood control.

Grama Tirta is a place where we can enjoy our holiday doing various kinds of outdoor sporting activities. Enjoy a morning walk at Jatiluhur Dam, inhaling the crisp fresh air. Let the cool morning dew on the grass and melodious songs of bird greet in each morning. Catch a glimpse of our Morning Glory and its breathtaking beauty will inspire us to new heights.

For those who love water sports and recreation, 8,300 hectares dam with its year round crystal clear waters, will be difficult to resist. Climb into a paddleboat to explore the Jatiluhur Dam, or just sit back and relax in a motorboat to experience the great outdoors. And if speed and challenge are what we are looking for, the fleet of jet skis will propel the tourists to all corners of the lake.

Asides from its function as hydro power plant, Jatiluhur dam also has a number of recreation facilities including hotels, bungalow, bar and restaurant, tennis court, billiard, camping site, swimming pool, meeting room, water sport recreation center, playground etc. Water sport recreation center includes rowing, surfing, water ski, boating and shipping. In Jatiluhur dam, there is a Ikan Keramba Jaring Apung or Keramba Fish Floating Net activity, that could become a distinguished activity in the dam. In the daylight or at night, we can fish with peace and eat roasted fishes.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar